Kamis, Desember 16, 2010

Jalan-jalan ke sambikerep - pakal

KISAH SURVEY DI KAWASAN PERBATASAN SURABAYA-GRESIK DI KECAMATAN SAMBIKEREP DAN KECAMATAN PAKAL (KOTA SURABAYA)




Kondisi faktual kegiatan masyarakat di sebuah taman kanak-kanak di Kecamatan Pakal Surabaya



Saya Berpose di Stasiun Kecil Benowo



Panorama Rel Kereta Api di Dekat Stasiun Benowo



Pedagang Jajanan Keliling dan Saya Selaku Pembeli+Penulis




Awal kisah pada 6 juni 2009, di Pagi buta, jam 4:30 bangun, hwaaaah... ayo mandi mandi mandi, sholat, dan jangan lupa update status faceboooooooooooooooooooooook... hwaahahahaha... wah, keakeyan cotot...

Mau ke sambikerep lewat banyu urip. Banyu urip selama proses pembangunan "box culvert" (kayaknya sih tuh artinya menumpuk saluran banyu urip dengan beton untuk dijadikan jalur jalan, sebagai alternative pencegah macret cret cret), huak cyuuuh. Pagi2 gerombolan truk-truk pengangkut beton, untung aja pagi2 masih belum ada penumpukan kendaraan, tapi... air saluran yang beraroma "terapi" yang di bendung dan penuh mengakibatkan genangan di jalan... hwaaaaah, pagi-pagi udah bau selokan, huak cyuhhhh...

jauh banget sih sambikerep ya... padahal itu masuk kota Surabaya, tapi aroma gresikannya terasa seperti warung tempat aku start untuk sarapan. mantaaaaap... warungnya mantap, murah meriah muntah-muntah... Makan bareng kuli-kuli, tukang becak emang maknyooos... seneng rasanya mendengarkan perbincangan bapak2 tersebut,,,, lucu banget, ada-ada aja, bikin gemes deh... hwa'a'a'a'a'a...

yang paling aku senengi dari survey lapangan itu, yaitu seneng melihat aktivitas masyarakat, mulai dari pergi ke pasar, ada yang berangkat ke sekolah (anak-anak kecil emang selalu bikin aku tersenyum, konyol), ada yang narik becak, ada yang salip-salipan di jalan, ada yang nyapu lantai rumah, ada yang mandi di selokan (orang gila maksudnya), ada yang pergi mancing, ada yang bercanda ria dengan tetangga sekitar (hanya sering terlihat di kampung tradisional, jangan berharap di kampung elit)... lucu-lucu lho masyarakat itu pola perilakunya, unik banget... itu masih waktu pagi... belum kalo siang... sepiiiiiiii... panas sih... hwahahahaha...

capek emang muter-muter, pantat panas, maknyuussss... udah tua, kangen ama makanan anak-anak, jadinya ada lek-lek jualan "cilok" (pentol dari kanji), eh ternyata kentakot (terbuat dari tepung singkong dicampur dengan kanji) yang dijualnya. ehhhh, ternyata yang dagang tuh umur 13 tahun, masih kecil sih, mukanya aja imut tak berdosa. dia asli brebes, dia ikut kakanya tinggal di benowo sebagai penjual "kentakot". namanya kangen ama makanan masa kecil, jadinya hajar aja deh... enak sih, jangan lupa rokok sebagai hidangan penutupnya... maknyooossss...

baru pertama kali aku maen ke "jurang kuping". Jurang kuping itu kayaknya sebagai penampungan air untuk PDAM. masuk sebenarnya Rp1000 untuk mobil dan Rp500 untuk sepeda motor, tapi beruntung yang jaga g ada, jadi langsung hajar blehhh... Pengen tau sih, eh ternyata di situ banyak tempat warung remang2 berada. Wanita-wanitanya rambut panjang dan lurus, bedak tebal 5 cm, gincu merah norak, dan bodinya itu lho... suit suit... ginuk-ginuk bok... lebih pantes ikut gabung KBRI (Kuli Bangunan Republik Indonesia)... hwahahahaha... just killing...

di jurang kuping vegetasi dominannya sih pohon2an perdu, tapi ada sejumlah pepohonan siwalan (yang dibuat legen itu kan??? kalo di fermentasi bisai jadi arak, mantaaaap, bikin pucing)... disitu memang cocok untuk tempat pacaran, sepi, banyak semak-semaknya, rimbun, kacau.... ada yang suami-istri, ada yang muda-mudi, ada yang sesama laki-laki (huaaak cyuuuh, padahal wedok'an sik akeh)... udah ah, tempat apaan ini, pergi aja dah...

Akhirnya pergi menjauh dari tempat itu, dan tiba di pasar tradisional Pakal. emang seneng banget jalan ke pasar, soalnya tingkah laku (budaya) yang Indonesia banget hanya ada disni niy... tapi semoga pasar tradisional gak punah gara-gara pembangunan super duper fucking market alias "mall" meraja lela ibarat jamur "di musim penghujan" (kata-kata kuno ya... hahahaha). Makan sayur bening lauk telur dengan sambal terasi di siang hari memang maknyus, apalagi ada alunan musik khas rakyat yaitu "dangdut campursari", mantap coy, serasa di Indonesia, never ending Indonesia. Panas memang di sambikerep, bau kecut badanku emang maknyos, kangen udah g membaui keringatku yang maknyos kayak gini... mantap... bikin pusing 7 keliling bukan kepayang... tarik mang... dangdutan di warung.
Es Kencur yang dihidangkan oleh bibi jualan, membuat suasana siang yang kering-bendering menjadi terang benderang, es kencurnya segar bosssss...

Hiyaaaaaaaaahhhh.!!!
Ternyata waktu menunjukkan pukul 15.45 WIB,, saatnya saya pulang kembali ke KOS SWEET KOS di daerah KAMPUS ITS SUKOLILO TERCINTA. Ya udah ya,, istirahat dulu,, good bye baby, cheerio, it is our last Farewell...

Minggu, April 18, 2010

PROSES PERKEMBANGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KOTA SURABAYA

PROSES PERKEMBANGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
DI KOTA SURABAYA
Oleh :
Mahmud Rizal Irawan

Latar Belakang
Surabaya merupakan kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Salah satu indikasinya adalah adanya perkembangan pemukiman. Perkembangan permukiman Kota Surabaya mengalami perubahan yang sangat signifikan. Tujuan pembahasan kali ini adalah untuk mengetahui perkembangan pemukiman di Surabaya pada setiap periode beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya yang dibagi menjadi delapan periode yang secara berturut-turut dimulai sejak jaman pra kolonial, periode 1275-1625, periode 1626-1743, periode 1743-1808, periode 1808-1870, periode 1870-1940, periode penjajahan Jepang, dan periode pasca kemerdekaan – sekarang.
Pemukiman di Surabaya ini mengalami pergeseran persebaran, dimana pada awalnya pemukiman di Surabaya ini tersebar di daerah utara Surabaya hingga pada perkembangannya pemukiman terus berkembang ke arah selatan, barat, dan timur Surabaya. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan akan pertahanan, adanya kegiatan perekonomian seperti perdagangan dan politik, terbukanya serta pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya membutuhkan ruang sebagai tempat tinggal.
Untuk itu dalam makalah ini akan membahas perkembangan permukiman di kota Surabaya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengetahui dan Memahami sejarah perkembangan perumahan dan permukiman di kota Surabaya.

PEMBAHASAN
Surabaya adalah salah satu kota tertua di Indonesia. Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman colonial. Secara tertulis, bukti yang menyebutkan adanya Surabaya tercantum dalam prasasti Trowulan I, yang berangka tahun 1358 M. di dalam prasasti tersebut dicantumkan nama-nama tempat penyebrangan penting sepanjang sungai Brantas.
Von Faber (953:75-93) membuat hipotesis bahwa Surabaya didirikan pada tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat permukiman baru bagi para prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan di tahun 1270 M. permukiman baru yang diberi nama Surabaya itu terletak di sebelah Barat Kalimas dan Kali Pegirian di sebelah Timur. Sebelah utara dan selatan adalah dua terusan (yang sekarang sudah tidak ada), yang sebelah selatan menjadi Jl. Jagalan sedangkan yang sebelah utara hilang sewaktu dibangun stasiun kereta api Semut.
Pada sekitar tahun 1720-an, VOC masuk kota Surabaya jatuh ketangan VOC. Dalam menduduki kota Surabaya VOC mula-mula membangun loji dan benteng yang terletak di sebelah Utara kota Surabaya lama (kurang lebih sekarang didaerah kompleks kantor Gubernur Jatim di Jl. Pahlawan) dan VOC juga mendirikan permukiman-permukiman untuk prajuritnya. Awal permukiman VOC di Surabaya, yaitu Fort Retranchement. Merupakan tempat permukiman keluarga tentara Belanda yang terletak disebelah Benteng. Oleh penduduk setempat sering disebut sebagai kampung kecil. Lokasinya pun berdekatan yakni, terletak di Kompleks kantor gubernur.
Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satunya dalam aspek permukiman, adanya permukiman di Surabaya sudah ada sejak masa pra colonial hingga sekarang. Kota Surabaya tumbuh sangat pesat setelah terbentuknya Gemeente Surabaya sebagai hasil Undang-undang Deesentralisasi pada tanggal 1 April 1896. Arsitektur di Surabaya pun berkembang pesat setelah tahun 1900 bersamaan dengan kedatangan para arsitek professional yang berpendidikan akademis dari Belanda. Struktur kota dan Bangunan yang terbentuk setelah tahun 1900-an ini masih terlihat sangat dominant di kota Surabaya sampai sekarang.
Masa penjajahan jepang dapat dikatakan relative singkat (1942-1944), semasa perang dunia ke dua. Selama masa ini tidak ada pembangunan perumahan, perkembangan kota tidak mengalami perubahan sampai Indonesia mencapai kemerdekaan.
Pada masa pasca kemerdekaan tepatnya sampai tahun 1951 pembangunan belum berjalan. Hal ini disebabkan karena Indonesia masih di liputi oleh peperangan-peperangan kecil antar daerah. Baru pada tahun 1952 (setelah keadaan stabil) walikota Surabaya memprakarsai membangun perumahan rakyat bagi rakyat yang rumahnya hancur akibat perang seperti di daerah Darma Rakyat, Kapas Krampung, Putro Agung, Karang Empat. Kemudian pada tahun 1954 pemerintah membentuk suatu yayasan yang mengelola perumahan bagi pegawai negeri disebut YKP-KMS. Bersamaan dengan ini dibangun pula perumahan untuk anggota militer didaerah Gunung Sari untuk angkatan darat, di Tanjung Perak untuk angkatan laut, di Sidotopo untuk jawatan kereta api dan perumahan bertingkat tiga di daerah Taman Apsari dan Joyoboyo untuk pegawai perkebunan Negara.
Perkembangan pemukiman pada masa ini dipengaruhi karena telah terbukanya hubungan dengan dunia luar sehingga banyak bantuan dari luar negeri untuk program-program perumahan seperti proyek perbaikan kampung di daerah WR Supratman. Sedangkan badan YKP-KMS terus berupaya mengembangkan upayanya untuk membangun perumahan-perumahan.
Tahun 1970-1980 an adalah masa puncak pembangunan di Surabaya, pada tahun 1970 an inilah di Surabaya berkembang perumahan yang dikelola oleh pihak swasta yang dikenal dengan sebutan real estate. Perumahan swasta besar pertama berada di Surabaya Barat yang dikenal dengan kota satelit yaitu Darmo Satelit, dikelola oleh PT. Darmo Satelit Town dengan luas area 400 Ha di desa Dukuh Kupang.
Pada perkembangan selanjutnya yaitu sekitar tahun 2000-an, perkembangan pemukiman di Surabaya dipengaruhi oleh perkembangan penduduk dan aktivitas perekonomian kota Surabaya. Dengan bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan ruang semakin banyak. Hal ini menyebabkan pemukiman berkembang ke arah selatan, timur, dan barat kota Surabaya yang memiliki lahan yang luas sebagai kawasan pemukiman. Selain itu, aktivitas perekonomian yang sangat tinggi di daerah pusat kota menyebabkan penduduk memilih untuk membangun kawasan pemukiman ke arah pinggiran kota. Hal tersebut dapat dilihat pada tahun 2000 ke tahun 2005 yang mana perkembangan kawasan pemukiman mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama ke daerah pinggiran Kota Surabaya.

RELEVANSI DENGAN PERKEMBANGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI INDONESIA
Perkembangan perumahan dan permukiman merupakan pengaruh dari perkembangan kota. Kota-kota di Indonesia secara umum, Nas (1986) membedakannya menjadi 4 periode, yaitu:
1. Kota Indonesia awal
2. Kota Indische
3. Kota Kolonial
4. Kota Modern (Diktat Perancangan Kota, Ir. Heru Purwadio, MSP)
Pada tahap awal, kota tradisional mempunyai struktur yang jelas dan mencerminkan aturan kosmologi dan pola sosio kultur. Pada masa ini, kota-kota tradisional umumnya dititik beratkan pada perdagangan. Kota Surabaya sendiri, dahulunya juga merupakan pelabuhan perdagangan dan jalur akhir dari sungai Brantas. Sungai Brantas sendiri sebagai jalur transportasi dari wilayah pedalaman yang berakhir di Surabaya. Dalam perkembangannya juga sebagai basis pertahanan bagi Kartanegara.
Di kota Surabaya pada tahap ini, adanya permukiman di sebabkan karena masuknya VOC yang membangun permukiman untuk tentara dan keluarga tentara yaitu Fort Retranchement yang terletak disebelah benteng dan berdekatan dengan kantor Gubernur. Dalam perkembangannya, berkembang pula perdagangan akibat dari strategisnya daerah pinggir kali mas dan nantinya berkembang sebagai pusat perdagangan.
Setelah runtuhnya era VOC, Belanda berangsur-angsur merubah status penguasan maritimnya menjadi penguasan teritorial yang tersistimasi dan terstruktur yang merupakan paduan dari tahap Indonesia awal dengan intervensi kolonial. Pada perkembangannya permukiman disusun berdasarkan UU desentralisasi.
Pada tahap kota modern, kecenderungan kota yang ditengarai oleh Karsten pada periode Kolonial diperkuat oleh perkembangan urbanisasi modern. Di mana pada masa ini telah tebuka hubungan dengan dunia luar. Seiring perkembangannya, banyak pihak swasta yang mengembangkan permukiman seiring dengan perkembangan aktivitas ekonominya.

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan pemukiman di Surabaya sejak periode pra kolonial sampai sekarang dipengaruhi oleh kebutuhan akan pertahanan, adanya kegiatan perekonomian seperti perdagangan dan politik, terbukanya serta pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya membutuhkan ruang sebagai tempat tinggal.

Penutup
Pemahaman pada perkembangan atau sejarah kota sangat penting baik dari segi pembangunan yaitu bagaimana kita membangun dan merencanakan, dan kita dapat melihat flashback dari kacamata sejarah tersebut seperti apa kebutuhan kota pada masa itu yang dapat kita pelajari maknanya untuk pembangunan kota Surabaya masa kini. Dari segi pendidikan, kita juga dapat mengetahui seberapa pentingnya sejarah perkembangan ini dan dapat kita pelajari, memahami dan juga kita harus menjaga bangunan-bangunan bersejarah sebagai kekayaan dan warisan dari masa lalu.

Daftar Pustaka

Purwadio, H. (2005). Dalam Diktat Perncangan Kota 1.

Handinoto.1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940.Yogyakarta:ANDI
www.surabaya.go.id

Senin, April 12, 2010

Peran Serta Masyarakat Dalam Lingkup Pelestarian Hutan

Peran Serta Masyarakat Dalam Lingkup Pelestarian Hutan
Oleh : Mahmud Rizal Irawan

30-Okt-2008, 19:23:49 WIB - [www.kabarindonesia.com]
Peran Serta Masyarakat Dalam Lingkup Pelestarian Hutan Oleh : Mahmud Rizal Irawan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsisebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfera Bumi yang paling penting (wikipedia).Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecilmaupun di benua besar. Orang awam mungkin melihat hutan lebih sebagai sekumpulan pohon kehijauan dengan beraneka jenis satwa dan tumbuhan liar. Untuk sebagian, hutan berkesan gelap, tak beraturan, danjauh dari pusat peradaban. Sebagian lain bahkan akan menganggapnya menakutkan. Namun, jika kita mengikuti pengertian ilmu kehutanan, hutan merupakan "suatu kumpulan tetumbuhan, terutamapepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas." Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran ataupadi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulanpepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat,

yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, misalnya, rasanya seperti
masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yangsekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui/mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian dianataranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen [World Resource Institute,1997]. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di2

[Type text] Page 2
dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. [BadanPlanologi Dephut, 2003]. Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar9 juta hektar. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. PulauJawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya. Selama kurang lebih 50 tahun, hutan alam di Indonesia mengalami penyusutan secara drastis.Diperkirakan telah terjadi pengurangan penutupan hutan dari 162,3 juta ha di tahun 1950 menjadi sekitar 105 juta ha di tahun 2000. Laju deforestasi diperkirakan sebesar 2 juta ha per tahun (FWI/GFW 2002;Holmes 2002). Kontribusi illegal logging terhadap deforestasi belum diketahui secara pasti namun dapat diperkirakan sekitar 2.5 juta ha hutan menjadi areal tebangan secara ilegal (Tacconi et al, 2004).Sedangkan perubahan hutan menjadi perkebunan merupakan komponen terbesar sekitar 2,4 juta ha selama periode 1985-1997, yang berkontribusi dalam berkurangnya tutupan hutan di Pulau Sumatera,Kalimantan dan Sulawesi (Holmes, 2002).

Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia
telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana diIndonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85% dari bencana tersebutmerupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan [Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003].]. Berdasarkan Reformasi Pengelolaan Hutan di Indonesia Nomor: S.358/PIK-1/2008 yangdikeluarkan oleh departemen kehutanan menjelaskan adanya reformasi pengelolaan hutan di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi yang diajukan, terdapat multisistem silvikultur yang merupakan upayaoptimalisasi pemanfaatan areal hutan, sehingga seluruh bagian areal hutan produksi, baik yang berupa hutan alam yang masih potensial maupun hutan yang sudah rusak, dapat dikelola sesuai dengan sistemsilvikultur yang tepat. Kombinasi beberapa sistem silvikultur ini akan mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:1. Hutan alam akan menghasilkan berbagai jenis kayu yang mepunyai nilai kompetisi tinggi dan sangat aman dari sisi ekologis yang dapat diperoleh dalam jangka panjang.2. Hutan alam akan menghasilkan kayu yang lebih produktif dan bernilai tinggi terutama dari hasil tanaman di jalur antara, dan cukup aman dari aspek ekologi yang dapat diperoleh dalam jangkamenengah atau sedang. 3[Type text] Page 3

3. Rehabilitasi hutan yang rusak dan peningkatan produktifitas yang hasilnya dapat diperoleh dalam
jangka pendek. Ilmu kehutanan mengajarkan bahwa agar hutan dapat lestari, maka pengambilan hasil, jumlahnyaharus sama dengan penambahan jumlahnya (pertumbuhan). Seperti yang dijelaskan pada Reformasi Pengelolaan Hutan di Indonesia yang menjelaskan penggunaan multisystem silvikultur yang memilikikelebihan yang menyeimbangkan antara sisi ekonomi dan sisi ekologis. Prinsip pembangunan kehutanan di Indonesia menganut manajemen bertujuan ganda (multipleobjectives dan multiple outputs) baik produk dan jasa yang tangible maupun intangible. Prinsip manajemen hutan yang lestari saat ini mencakup aspek yang lebih luas tersusun dalam kriteria danindikator sebagai acuan yang dinamakan hutan lestari (Sumitro, 2005).

* Konsep Sosial Ekonomi

Pengaruh sosial ekonomi dalam kaitan dengan pembangunan sumberdaya hutan secara lestari dan berkelanjutan dapat dilihat dari beberapa sisi pandang, antara lain:- Dilihat dari aspek pengelolaan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat sekitar hutan, memberikan pengaruh dalam upaya pengelolaan sumber daya hutan yang lestari.Masyarakat sekitar hutan memiliki keterikatan dengan hutan yang ada di sekitarnya, baik itu ikatan sosial maupun ekonomi. Masyarakat sekitar hutan merupakan bagian integral darisumberdaya hutan. Perubahan yang terjadi pada hutan akan memberi dampak kepada masyarakat sekitar hutan baik secara sosial maupun ekonomi. Demikian juga sebaliknya, perubahanperubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan akan berdampak pada hutan. - Dilihat dari aspek manfaat, hutan memberi manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat. Hutan yangterjaga kelestariannya akan mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Terhadap berbagai produk yang dihasilkan dari hutan,masyarakat sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi.

* Konsep Hukum dan Kelembagaan

Menurut Departemen Kehutanan (1992), yang disebut hukum kehutanan adalah kumpulan (himpunan) peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kegiatankegiatanyang bersangkut paut dengan hutan dan pengurusannya. Ada 3 (tiga) unsur yang tercantum dalam rumusan hukum kehutanan, yaitu : (1) adanya kaidah hukum kehutanan, yang tertulis maupuntidak tertulis, (2) mengatur hubungan antara negara dengan hutan dan kehutanan, dan (3) mengatur hubungan antara individu (perseorangan) dengan hutan dan kehutanan (Salim, 2004).4 [Type text] Page 4Kelembagaan kehutanan adalah kelompok masyarakat dengan karakteristik tertentu dan berada pada satu wilayah tertentu yang secara struktural (formal/informal; legal/ilegal) maupun fungsionalberpotensi dalam kegiatan rehabilitasi, pertahanan dan peningkatan manfaat fungsi hutan (Anonimous, 2002).

* Konsep Rehabilitasi

Rehabilitasi dalam pembangunan kehutanan menyangkut 2 (dua) aspek, yaitu : rehabilitasi hutan (forest rehabilitation) dan rehabilitasi lahan (land rehabilitation). Departemen Kehutanan (1989)mendefinisikan rehabilitasi hutan sebagai kegiatan yang dilakukan terhadap kawasan hutan dan isinya (tumbuhan, satwa dan lingkungannya) agar kondisinya dapat kembali seperti semula atau dapatmendekati fungsi asalnnya. Sedangkan rehabilitasi lahan adalah upaya menanggulangi kerusakan atau kekritisan lahan yang sudah maupun yang masih berlangsung.
Peran Serta Masyarakat Dalam Lingkup Pelestarian Hutan Sebenarnya bumi masih terselamatkan oleh adanya hutan papua yang terjaga kealamiannya.Dimana konsentrasi dunia tertuju pada papua yang dinilai sebagai penyelamat bumi sebagai penghasil oksigen. Hutan alami yang terdapat di papua masih terjaga oleh masyarakat atau suku-suku adat papuayang bermukim di kawasan hutan. Di hutan papua sendiri masih terdapat bermacam flora dan fauna endemic yang masih terjaga kealamiannya. Hutan papua sendiri masih menyimpan sumber pangan sepertisagu dan juga terdapat tanaman nipah yang memiliki potensi penghasil bioetanol yang tinggi (http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/28/index.html).Oleh karena itu, penerapan hutan lestari seharusnya diterapkan pada kawasan hutan di Indonesia yang mengalami kerusakan besar. Hutan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat yang hidupdan tinggal disekitarnya. Hutan juga merupakan ekosistem bermacam-macam flora dan satwa. Semakin banyak kerusakan yang terjadi pada hutan, berarti masyarakat yang hidup dan tinggal di hutan semakintergusur sumber penghidupannya begitu juga dengan punahnya berbagai ekosistem hutan yang selayaknya dilestarikan.Dalam pengelolaan hutan, juga terdapat multisystem silvikultur yang seharusnya segera

disosialisasikann dijalankan, dan dipantau oleh masyarakat yang hidup dan tinggal di hutan. System ini
dirasa sangat menguntungkan baik dari segi ekonomi juga segi ekologi. Tetapi harus juga ada pemilahan lahan hutan yang terkena system pengelolaan hutan ini dengan hutan yang tumbuh secara alami.Pembangunan hutan seharusnya memperhatikan sisi ekonomi masyarakat, penegakkan hukum dan kelembagaan yang tidak menguntungkan bagi investor tetapi bagi ekosistem hutan serta adanya5 [Type text] Page 5rehabilitasi hutan yang melindungi ekosistem hutan serta rehabilitasi lahan yang menanggulangi kerusakkan hutan.Peran serta masyarakat disini merupakan titah dari PP 69 tahun 1996 yang menerangkan tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang.masyarakat Sementara itu pengelolaan hutan juga telah diatur berdasarkan PP 34 tahun 2002 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, dan penggunaan yang menjelaskanbahwa kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan untuk meperolehmanfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.

Pengelolaan hutan juga tidak luput dari rencana tata ruang yang ada dengan memperhatikan
kedua PP tersebut diatas yang nantinya sangat berguna bagi masyarakat dan kelestarian ekosistem hutan. Penerapan system pengelolaan hutan tersbut nantinya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahaniklim dunia yang terus-menerus mengalami peningkatan suhu akibat hilangnya paru-paru penghasil oksigen dan juga sebagai mitigasi bencana yang seharusnya tidak terjadi akibat ulah tangan manusiadalam meraup keuntungan materi diatas kerugian yang di alami oleh bumi.