Senin, Maret 12, 2012

DASAR-DASAR PERENCANAAN (TEOTI DASAR PADA PERENCANAAN)

PENTINGNYA TEORI PERENCANAAN
Teori perencanaan membahas tentang definisi, pemahaman konteks, praktek-praktek, dan proses dalam perencanaan, dan bagaimana pertumbuhannya dari asal-usul sejarah dan kebudayaan masing-masing.
Teori adalah suatu cara untuk memahami dunia ini, suatu kerangka untuk menginterpretasikan fakta-fakta dan pengalaman (Oppenheimer).
“Ilmu pengetahuan dibentuk dari fakta-fakta, seperti halnya sebuah rumah yang terdiri dari batu bata; tetapi suatu akumulasi fakta-fakta saja bukanlah ilmu pengetahuan; seperti setumpukan batu bata saja bukanlah sebuah rumah.”
Dengan demikian maka teori adalah kerangka yang harus dipergunakan sehingga batu bata bisa membentuk suatu struktur yang baik. Karena teori juga dapat menjelaskan fakta-fakta, maka teori harus diterapkan.
Hubungan antara teori dan praktek adalah sangat penting, sebab perencanaan, tidak seperti ilmu murni. Perencanaan pada dasarnya adalah kegiatan preskriptif, bukan deskriptif. Tujuan seorang perencana bukanlah untuk menguraikan apa yang ada di dunia ini, tetapi untuk mengusulkan cara-cara bagaimana keadaan tersebut bisa diubah.
Hasil perencanaan harus dievaluasi dengan menggunakan acuan standar, yaitu teori. Perencanaan itu sendiri memerlukan pengakuan rasional dan sosial. Ia harus dibenarkan sebagai suatu penerapan cara pengambilan keputusan yang rasional pada masalah sosial.
Karena menyangkut aktivitas masyarakat dan nilai manusia, maka teori perencanaan tidak dapat mengabaikan ideologi. “Teori perencanaan haruslah mencakup beberapa teori tentang masyarakat dimana perencanaan itu dilembagakan (Dyckman).”

II.2 LINGKUP TEORI PERENCANAAN
Tidak ada konsensus mengenai definisi dari teori perencanaan. Teori perencanaan dikembangkan dari penggabungan konsep-konsep yang berasal dari bermacam disiplin ilmu.
Perencana-perencana yang pertama kali muncul adalah dari profesi desain, arsitektur, dan sipil. Mereka membawa konsep utopia dan ke-komprehensif-an, untuk membangun suatu lingkungan yang baik.
Ahli ekonomi menyumbangkan pemikiran mengenai persamaan dan kepentingan umum, analisa pengambilan keputusan, dan pemasyarakatan nilai-nilai.
Psikolog, sosiolog, dan ilmu politik telah mempelajari bagaimana keputusan diambil dan dilaksanakan oleh individu, kelompok dan organisasi pemerintah serta seluruh masyarakat.
Dari merekalah teori perencanaan mendapatkan pemikiran mengenai hubungan kelompok-kelompok kecil, desain dan tingkah laku organisasi, birokrasi, kekuatan masyarakat dan pengambilan keputusan, pemerintahan, dan hubungan antar pemerintah.
Dengan latar belakang tersebut teori perencanaan mampu menghadapi segala permasalahan; yang intinya mencakup:
 definisi : apa perencanaan ?
 substansi : apa yang diketahui tentang obyek yang direncanakan
dan untuk siapa direncanakan ?
 normatif : bagaimana merencanakan dan apa alasannya ?

FORMAT PERENCANAAN
Terdapat empat format perencanaan yang menjadi acuan oleh seluruh dunia di dalam merencanakan wilayah setiap negaranya yakni structure planning, strategic planning, comprehensive planning, dan continous planning. Masing-masing jenis perencanaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Strategic Planning
Pengetahuan tentang strategi berasal dari kalangan militer, yang kemudian dikembangkan di bidang manajemen perusahaan dalam bentuk manajemen statejik. Dari bentuk ini kemudian berkembang menjadi perencanaan stratejik (strategic planning).
Perencanaan stratejik yang pada mulanya dikembangkan dalam organisasi yang mencari laba, dapat juga diterapkan pada organisasi nirlaba dan pemerintahan.
Menurut Boseman dan Phatak (1989), perencanaan stratejik mencakup tujuh bagian yang saling berkaitan, yaitu:
 Penilaian terhadap organisasi, dalam hal strengths, weakness, opportunities, threats (SWOT).
 Perumusan misi organisasi.
 Perumusan falsafah dan kebijakan organisasi.
 Penetapan sasaran stratejik.
 Penetapan strategi organisasi.
 Implementasi strategi organisasi.
 Pengendalian strategi organisasi.
Karakteristik strategic planing:
 Perencanaan stratejik lebih berorientasi pada tindakan (action).
 Lebih menampung partisipasi masyarakat yang lebih luas.
 Lebih mempertimbangkan kekuatan dan kelamahan serta peluang dan tantangan yang ada.
 Lebih menaruh perhatian pada kompetisi kepentingan yang terjadi dalam masyarakat.



Continous Planning
Konsep dasar continuous planning adalah bagaimana menjabarkan secara gradual grand master plan yang diproyeksikan jauh ke masa depan, ke dalam rencana jangka menengah, jangka pendek, atau di luar itu.
Karakteristik continuous planning:
 Elemen-elemen kota yang diproyeksikan dalam jangka panjang dijabarkan ke dalam rencana jangka menengah dan jangka pendek.
 Ada formulasi rencana dan program spesifik terhadap fungsi, elemen, atau proyek, yang saling berkaitan dan dianalisa berdasarkan kebutuhan dan realitas.
 Continuous plan harus selalu mutakhir sesuai kebutuhan.
 Selalu ada revisi terhadap rencana berkaitan dengan kemajuan teknologi yang sulit diprediksi (misalnya teknologi transportasi, sistem air bersih dan waste water).
 Selalu melakukan analisa mutakhir terhadap kondisi, informasi, dan keputusan yang berkaitan dengan kasus tertentu.
 Merupakan mekanisme sentral untuk mensintesakan operasi, pandangan dan rencana dari setiap bagian pemerintah kota.
 Mencakup spektrum masa lalu, masa kini, untuk menghadapi masa depan.
 Diformulasikan secara dinamis dan fleksibel dibandingkan pernyataan (kaku) dalam master plan.

Structure Planning
Pada tahun 1965 Planning Advisory Group menyatakan bahwa dalam kenyataannya land use plan yang dibuat berdasarkan Town and Country Planning Act 1948, tidak dapat dilaksanakan karena pembuatannya lama dan pada saat selesai sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan yang ada. Karena itu pada tahun 1968 dibuat Town and Country Act yang baru, menggantikan master plan dengan structure plan.

Karakteristik structure plan :
 Berisi kerangka (pokok-pokok) pengarahan rencana (tidak serinci master plan).
 Bagian wilayah yang perlu segera dibenahi, ditetapkan sebagai action area yang ditindaklanjuti dengan pembuatan action plan (lebih lokal). Sedangkan bagian wilayah yang belum mendesak untuk dibenahi tetap dikendalikan dengan structure plan.
 Lebih fleksibel digunakan pada kota atau wilayah yang mengalami perkembangan sangat cepat (antara lain dengan menggunakan floating zoning pada bagian wilayah yang pertumbuhannya lambat atau wilayah belum terbangun).
 Unsur-unsur kota yang sudah memiliki struktur yang mapan, pada umumnya tidak mengalami perubahan (fisik, jaringan transportasi, land use).

Comprehensive Planning
Menurut Sujarto (1985), rencana menyeluruh mempunyai jangkauan jangka panjang antara 20-30 tahun dan mencakup usaha-usaha pengembangan fisik secara menyeluruh.
 Rencana menyeluruh (comprehensive plan) dimaksudkan untuk mengorganisasikan, mengkoordinasikan serta mengarahkan sumber-sumber perkembangan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan fisik suatu kota secara rasional dan produktif.
 Di Indonesia dikenal dengan nama rencana induk, rencana umum, Master Plan.
 Melihat lingkupnya terlihat bahwa jangkauan rencana komprehensif sangat ambisius.
 Pada hakekatnya lebih bersifat sebagai pembentukan kebijakan umum daripada sebagai produk perencanaan fisik yang spesifik.


Karakteristik comprehensive plan (menurut Bryson; 1988) :
Rencana comprehensive selalu perlu mengacu pada format perundang-undangan tata ruang (yang kaku), sedangkan perkembangan kota yang dihadapi ternyata kompleks, dinamis dan sulit diduga, yang menuntut rencana tata ruang yang luwes.
Karakteristik menurut Black (1968) dalam Branch (1975):
 Komprehensif atau menyeluruh; menunjukkan bahwa rencana komprehensif mencakup seluruh bagian geografi dan semua fungsi dari elemen yang menimbulkan perkembangan fisik.
 Umum; mengandung arti bahwa rencana ini merupakan rangkuman kebijakan dan usulan, tidak mengindikasikan lokasi yang spesifik atau peraturan yang lebih rinci.
 Jangka panjang; menunjukkan bahwa rencana ini diarahkan untuk menghadapi kondisi 20-30 tahun ke depan.
 Ada 6 hal yang harus dipenuhi dokumen rencana komprehensif yaitu : bersifat komprehensif, jangka panjang, bersifat umum, fokus pada pembangunan fisik, rencana yang diusulkan harus berkaitan dengan tujuan komunitas, kebijakan sosial dan ekonomi, yang utama harus berupa instrumen kebijakan dan kedua instrumen teknis.

Jumat, Januari 06, 2012

Alternatif Sumber Pembiayaan Pembangunan
Studi Kasus Taman Hutan Raya R.Soeryo
Nama : Mahmud Rizal Irawan



Latar Belakang
Secara umum di Indonesia, jenis kawasan berdasarkan ada atau tidaknya pemanfaatan terhadap kawasan bersangkutan dibagi menjadi dua, kawasan budi daya dan kawasan lindung. Kawasan budi daya adalah kawasan yang dimanfaatkan untuk suatu penggunaan baik intensif maupun tidak. Kawasan budi daya penggunaan untuk macam-macam penggunaan; pertanian, perkebunan, peternakan, ruang terbuka dan penggunaan untuk bangunan (permukiman, niaga, jasa, pergudangan, industri, fasilitas umum). Sementara kawasan lindung merupakan kawasan yang diperuntukkan sebagai penyeimbang kegiatan yang dilakukan pada kawasan budi daya. Kawasan lindung merupakan kawasan yang dibiarkan lestari bahkan dijaga kelestariannya dengan campur tangan manusia sebagai pengelola yang diusahakan seminimal mungkin.
Sejauh ini, paradigma perencanaan di Indonesia lebih dititik beratkan pada pembangunan. Dalam konteks yang sempit, pembangunan diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya untuk menghasilkan suatu nilai tambah atas sumber daya yang terpakai, atau menyediakan pelayanan bagi usaha pemanfaatan sumber daya. Perencanaan, khususnya perencanaan dengan lingkup wilayah regional kabupaten/kota atau yang lebih kecil jauh lebih mengutamakan rencana kawasan budi daya daripada kawasan lindung. Perencanaan kawasan budi daya, dilakukan melalui segala usaha dan strategi; secara komprehensif, secara sektoral, secara kontinyu dan secara strategis. Di sisi lain, perencanaan kawasan lindung hanya sebatas kebijakan-kebijakan umum pada arahan pengembangan kawasan pada tataran top government.
Pandangan perencanaan ini kemudian berpengaruh pada teknis dan implementasi rencana pada kedua jenis kawasan, dalam kasus ini hanya akan disoroti implementasi rencana salah satu kawasan lindung, yaitu taman hutan raya. Sebagai studi kasus akan diangkat kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo yang ada di Jawa Timur. Tahura R. Soerjo ini terdapat pada beberapa wilayah kabupaten/kota, sehingga diperukan koordinasi yang baik antar wilayah dalam pengelolaan maupun pembiayaannya. Tahura R. Soerjo ini juga memiliki masalah, dimana sebagian besar lahannya merupakan lahan kritis. Oleh karena itu juga perlu diperhatikan mengenai biaya rehabilitasi yang diperlukan. Mengingat Tahura merupakan bagian dari kawasan konservasi yang memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.

Rumusan Masalah
Permasalahan utama pembiayaan pembangunan kawasan Tahura adalah masih terbatasnya sumber pembiayaan yang menjadi pemasukan untuk pengelolaan kawasan ini. Sumber pembiayaan Tahura ini sebagian besar berasal dari pemerintah (APBD), yang notabene masih belum dapat memenuhi kebutuhan pengelolaan Tahura. Sehingga diperlukan beberapa alternatif pembiayaan baru bagi kawasan ini.

Pembahasan
Gambaran Umum Tahura R. Soerjo
Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo ditunjuk dengan Keppres RI No. 29 Tahun 1992 tanggal 20 Juni 1992. Pembentukan Tahura R. Soerjo merupakan pengembangan dalam membangun hutan Arjuno Lalijiwo, dengan luas 27.863,3 Ha. Tahura ini terletak di empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang dan Kota Batu serta Kabupaten Jombang Propinsi Jawa Timur.
Dalam kawasan Tahura R. Soerjo terdapat blok-blok pengembangan yang didasarkan pada pertimbangan topografi (kelerengan/kemiringan lahan), ketinggian di atas permukaan air laut, pertimbangan ekologis (intensitas curah hujan dan kepekaan jenis tanah terhadap erosi). Blok-blok tersebut antara lain :
▪ Blok perlindungan
▪ Blok koleksi tanaman
▪ Blok pemanfaatan intensif
▪ Blok pemanfaatan tradisional

Blok perlindungan merupakan kawasan yang fungsinya untuk melindungi sumberdaya alam (flora, fauna maupun sumber-sumber air). Kegiatan yang dapat dilakukan adalah kegiatan monitoring terhadap sumber daya alam hayati, ekosistemnya dan wisata terbatas. Blok ini tertutup bagi para pengunjung, hanya dapat dimasuki melalui perijinan khusus bagi kepentingan ilmiah dan terbatas bagi bangunan, kecuali untuk beberapa fasilitas pengamanan dan perlindungan.
Blok koleksi tanaman merupakan daerah hayati, tempat tinggal, kawasan jelajah, tempat mencari makan, tempat berlindung, tempat berkembang biak berbagai satwa liar dan tempat penangkaran satwa serta pembibitan flora atau jenis tanaman asli dan bukan asli sebagai upaya pelestarian plasma nutfah hutan Indonesia.
Blok pemanfaatan intensif dan blok pemanfaatan tradisional dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan kawasan dan potensinya dalam bentuk pengembangan kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam, agroforestry, wanafarma, dan pemanfaatan lahan di bawah tegakan. Secara tidak langsung dapat memerankan fungsi penyangga (penyangga fisik, penyangga sosial ekonoi, maupu penyangga sumber daya alternatif) terhadap kelestarian blok perlindungan.

Potensi dan Permasalahan Tahura R. Soerjo
Potensi
Tahura R. Soerjo mempunyai beberapa potensi wisata dimana dengan pengelolaan yang lebih baik dapat menjadi sarana yang cukup potensial dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pengelolaan Tahura. Potensi-potensi wisata tersebut dikelompokkan sebagai berikut :
1. Obyek Wisata Alam
▪ Fenomena Alam Gunung Gajah Mungkur
▪ Air terjun Watu Ondo
▪ Sumber Air Panas
▪ Goa-goa Jepang
▪ Air Tejun Tretes
2. Obyek wisata Penunjang
▪ Situs Purbakala Indrokilo dan Petilasan Abiyasa
▪ Savana Lalijiwo
▪ Puncak Welirang

Selain potensi obyek wisata, kawasan ini juga memiliki potensi hidrologi sebagai sumber air bersih. Pada dasarnya keadaan hidrologi kawasan Tahura dipengaruhi oleh keberadaan sumber mata air, daerah tampungan air, pola hijau/vegetasi, curah hujan dan keberadaan daerah air sungai.

Permasalahan
Pada kawasan Tahura R. Soerjo, juga memiliki beberapa permasalahan. Beberapa permasalahan tersebut antara lain:
1. Hampir 50 % dari kawasan ini dalam keadaan gundul dan kritis yang disebabkan oleh adanya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan sangat tinggi.
2. Rasio tenaga kerja dan ketersediaan lapangan kerja yang memadai tidak seimbang.
3. Kebiasaan masyarakat sekitar hutan memanfaatkan sumberdaya hutan masih relatif tidak ramah lingkungan, rentan terhadap provokasi pihak luar untuk mengeksploitasi sumberdaya hutan.
4. Masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat sekitar hutan.
5. Minimnya ketertarikan dari para pemegang modal (swasta) untuk melakukan investasi pada kawasan ini.

Pembiayaan Kawasan Tahura R. Soerjo
Pembiayaan kawasan R. Soerjo saat ini didapatkan dari APBD, dengan nilai 4,5 miliar per tahunnya. Selain itu kawasan ini juga mendapatkan pendapatan dari penarikan karcis atau retribusi dari pengunjungnya. Untuk pengunjung wisata nusantara sebesar Rp. 2.500,- per orang dan untuk pengunjung mancanegara sebesar Rp. 20.000,- per orang. Untuk tarif kendaraan roda dua sebesar Rp. 2.500,- dan kendaraan roda empat sebesar Rp. 10.000,-. Sedangkan karcis untuk rombongan sedikitnya 25 orang ditetapkan tarif 50 % dari tarif normal.
Selain dari para pengunjung, pemegang ijin hak pengusahaan pariwisata akan dikenakan retribusi pemanfaatan lahan dalam Tahura sebesar 2 juta per hektar. Besarnya pembagian perimbangan penerimaan pungutan karcis masuk untuk Pemerintah Kebupaten/Kota yang menjadi lokasi Tahura sebesar 30 % berdasarkan asas potensi.
Berikut adalah rincian penerimaan dan perkiraan kebutuhan biaya pengelolaan Tahura R. Soerjo :
1. Penerimaan dari anggaran pemerintah per tahun :
- Rehabilitasi : Rp 1.600.000.000,-
- Pemberdayaan Masyarakat : Rp 800.000.000,-
- Keamanan Hutan : Rp 600.000.000,-
- Perbaikan Bangunan : Rp 500.000.000,-
- Monitoring : Rp 1.000.000,-
Total : Rp 4.500.000.000,-
2. Penerimaan dari retribusi :
Retribusi tahun 2004 : Rp 110.000.000,-
Retribusi tahun 2005 : Rp 120.000.000,-
Retribusi tahun 2006 : Rp 180.000.000,-

Alternatif-Alternatif Sumber Pembiayaan Yang Relevan
Bila melihat pada kondisi pembiayaan dalam pemanfaatan tahura sangat jelas kesemuanya merupakan hasil dari retribusi dan APBD. Namun hal ini sangat terlihat jelas perbandingan antara sumber pembiayaan dari hasil retribusi dengan APBD yang mana anggaran pembiayaan masih tergantung dari APBD. Sehingga dengan adanya ketergantungan terhadap APBD akan ada permasalahan bila sewaktu-waktu dana yang didapatkan macet. Maka untuk itu perlu adanya strategi pembiayaan yang relevan, yang mana alternatif-alternatif sumber pembiayaannya dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sumber Pembiayaan Konvensional
a. Retribusi: retribusi yang diterapkan berkaitan dengan pemanfaatan tahura untuk kegiatan jasa-jasa tertentu dari pemerintah, jasa-jasa yang dilakukan misalnya jasa pariwisata alam, pariwisata olahraga dan pendidikan, retribusi ditarik dari retribusi parkir, retribusi sarana serta retribusi penyelenggaraan kegiatan yang sesuai dan retribusi perijinan, retribusi dalam kaitannya sebagai timbal balik dari kegiatan jasa-jasa tidak dapat dilakukan secara massif, melainkan dilakukan dengan keseimbangan antara besaran retribusi yang diterapkan dengan standar tingkat pelayanan, dengan alasan ini maka retribusi tidak dapat diandalkan menjadi sumber pembiayaan utama, melainkan komplementer.
b. Transfer: pemerintah daerah akan menerima dana alokasi sebagai sumber pembiayaan akibat diajukannya tahura sebagai bagian utama pengembangan suatu daerah, contoh dana alokasi dapat datang dari DAU, DAK dan lain-lain, dalam pelaksanaannya dana alokasi ini dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan tergantung dari political will dari pemerintah daerah terhadap kepentingan pemeliharaan tahura berkaitan dengan tujuan dan arahan perencanaan, terutama berkaitan dengan sector perekonomian.
c. Hutang: hutang diterima dari pemerintah pusat/daerah dg kewajiban mengembalikannya pada jangka waktu tertentu kepada pemberi hutang, hutang yang dapat menjadi alternatif adalah hutang dari daerah lain, hutang luar negeri dapat dilakukan hanya jika terpaksa dalam keadaan darurat untuk penanganan bencana atau keadaan lain.
d. Laba perusahan: laba yang diterima pemerintah pusat/daerah yang berasal dari laba perusahan milik daerah, laba BUMN, BUMD, laba perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan keberadaan tahura misalnya perusahaan pengolahan air bersih dan air minum daerah, dapat diikat dengan perjanjian kontrak bagi laba antara perusahaan – pemerintah.

2. Sumber Pembiayaan Inkonvensional
a. Debt financing
• Development exaction: pembangunan prasarana terhadap developer yang ditentukan berdasarkan negosiasi/perjanjian antara developer dengan institusi yang mewakili aktifitas masyarakat, masyarakat dapat ikut berpartisipasi melalui suatu badan independent sebagai pendukung keberadaan tahura, partisipasi dapat dilakukan secara sukarela, sementara peran pemerintah dalam hal ini adalah menjembatani antara organisasi pendukung dengan perusahaan-perusahaan/developer yang mungkin memberikan intensif biaya, karena dalam hal ini pemerintah memliki akses ke developer.
b. Equity financing
• Join ventura: pengelolaan bersama-sama terhadap tahura dengan memadukan keunggulan yang dimiliki oleh swasta dan masyarakat secara seimbang, tahura merupakan ikon dan landmark serta kebutuhan bagi masyarakat, sehingga menjadi potensi masyarakat berupa keinginan untuk mempertahankan keberadaan tahura di wilayah sekitar tempat tinggal masyarakat seperti pada development exaction, sementara pihak swasta mempunyai kelebihan dari sisi biaya, konsep pembiayaannya adalah memberikan kesempatan pada pihak swasta untuk mengambil keuntungan dari tahura berupa promosional, branding dan penerapan Corporate Social Responsibility dengan keterlibatan masyarakat dalam pemeliharaan tahura sebagai penawaran pasar atau potensi sumberdaya sekaligus konsumen produk.

Strategi Implementasi Pembiayaan
Kelestarian fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan dengan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, merupakan strategi awal dalam pembangunan hutan untuk menuju keseimbangan ekosistem.
Pengendalian dan pemanfaatan multi fungsi hutan yang tersisa perlu ditingkatkan sebagai alternatif sumber PAD dan pendapatan masyarakat sekitar hutan melalui kerjasama mitra dalam bentuk BOT, KSO dan akerjasama masyarakat dengan koridor ekologi dan pemanfaatan optimal jasa lingkungan.
Sistem agroforestry yang berbasis tanaman hutan, merupakan salah satu alternatif pengelolaan kawasan hutan yang dapat meningkatkan rasa memiliki bagi masyarakat sekitar hutan sebagai kekutan utama dalam pengamanan hutan.
Pemanfaatan potensi obyek wisata alam melalui kerjasama mitra :
1. Pengelolaan sarana prasarana dan potensi (dengan sistem Build of Transfer/ BOT) dalam jangka waktu 20 tahun.
a. Pemerintah propinsi membangun sarana dan prasarana dengan segala kelengkapannya.
b. Pihak ketiga membangun sarana penunjang obyek wisata alam beserta kelengkapannya.
c. Sistem yang dianut adalah bagi hasil antara Pemprop dengan pihak ketiga sebesar 30 % (pemprop) dan 70 % (pihak ketiga)
2. Pembangunan sarana prasarana dengan pola kerjasama pihak ketiga.
3. Kerjasama mitra dengan masyarkat sekitar Tahura dan pihak ketiga dalam rangka pemanfaatan kawasan pada blok tradisional seluas 200 Ha dalam bentuk agroforestry dengan pola hasil dengan pembagian 50% untuk masyarakat atau pihak ketiga, 50% untuk Pemerintah Propinsi Jawa Timur.
4. Kerjasama operasional dengan pihak swasta dalam membangun bumi perkemahan sebagai asset untuk mendatangkan PAD dengan pola bagi hasil 70% untuk swasta dan 30% untuk Pemerintah Propinsi Jawa Timur.